Sunday, September 9, 2012

MAKNA AJARAN DEWA RUCI


MAKNA AJARAN DEWA RUCI
Orang Jawa menganggap cerita wayang merupakan cermin dari pada kehidupannya.
Dewa Ruci yang merupakan cerita asli wayang Jawa memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan harmonis antara Kawula dan Gusti, yang diperagakan oleh Bima atau Aria Werkudara dan Dewa Ruci.
Pencarian air suci Prawitasari
Guru Durna memberitahukan Bima untuk menemukan air suci Prawitasari. Prawita dari asal kata Pawita artinya bersih, suci; sari artinya inti. Jadi Prawitasari pengertiannya adalah inti atau sari dari pada ilmu suci.
Hutan Tikbrasara dan Gunung Reksamuka
Air suci itu dikatakan berada dihutan Tikbrasara, dilereng Gunung Reksamuka. Tikbra artinya rasa prihatin; sara berarti tajamnya pisau, ini melambangkan pelajaran untuk mencapai lendeping cipta (tajamnya cipta). Reksa berarti mamalihara atau mengurusi; muka adalah wajah, jadi yang dimaksud dengan Reksamuka dapat diartikan: mencapai sari ilmu sejati melalui samadi.
1. Sebelum melakukan samadi orang harus membersihkan atau menyucikan badan dan jiwanya dengan air.
2. Pada waktu samadi dia harus memusatkan ciptanya dengan fokus pandangan kepada pucuk hidung. Terminologi mistis yang dipakai adalah mendaki gunung Tursina, Tur berarti gunung, sina berarti tempat artinya tempat yang tinggi.
Pandangan atau paningal sangat penting pada saat samadi. Seseorang yang mendapatkan restu dzat yang suci, dia bisa melihat kenyataan antara lain melalui cahaya atau sinar yang datang kepadanya waktu samadi. Dalam cerita wayang digambarkan bahwasanya Resi Manukmanasa dan Bengawan Sakutrem bisa pergi ketempat suci melalui cahaya suci.
Raksasa Rukmuka dan Rukmakala
Di hutan, Bima diserang oleh dua raksasa yaitu Rukmuka dan Rukmala. Dalam pertempuran yang hebat Bima berhasil membunuh keduanya, ini berarti Bima berhasil menyingkirkan halangan untuk mencapai tujuan supaya samadinya berhasil.
Rukmuka : Ruk berarti rusak, ini melambangkan hambatan yang berasal dari kemewahan makanan yang enak (kemukten).
Rukmakala : Rukma berarti emas, kala adalha bahaya, menggambarkan halangan yang datang dari kemewahan kekayaan material antara lain: pakaian, perhiasan seperti emas permata dan lain-lain (kamulyan)
Bima tidak akan mungkin melaksanakan samadinya dengan sempurna yang ditujukan kepada kesucian apabila pikirannya masih dipenuhi oleh kamukten dan kamulyan dalam kehidupan, karena kamukten dan kamulyan akan menutupi ciptanya yang jernih, terbunuhnya dua raksasa tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa Bima bisa menghapus halangan-halangan tersebut.
Samudra dan Ular
Bima akhirnya tahu bahwa air suci itu tidak ada di hutan , tetapi sebenarnya berada didasar samudra. Tanpa ragu-ragu sedikitpun dia menuju ke samudra. Ingatlah kepada perkataan Samudra Pangaksama yang berarti orang yang baik semestinya memiliki hati seperti luasnya samudra, yang dengan mudah akan memaafkan kesalahan orang lain.
Ular adalah simbol dari kejahatan. Bima membunuh ular tersebut dalam satu pertarungan yang seru. Disini menggambarkan bahwa dalam pencarian untuk mendapatkan kenyataan sejati, tidaklah cukup bagi Bima hanya mengesampingkan kamukten dan kamulyan, dia harus juga menghilangkan kejahatan didalam hatinya. Untuk itu dia harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Rila: dia tidak susah apabila kekayaannya berkurang dan tidak iri kepada orang lain.
2. Legawa : harus selalu bersikap baik dan benar.
3. Nrima : bersyukur menerima jalan hidup dengan sadar.
4. Anoraga : rendah hati, dan apabila ada orang yang berbuat jahat kepadanya, dia tidak akan membalas, tetap sabar. 5. Eling : tahu mana yang benar dan salah dan selalu akan berpihak kepada kebaikan dan kebenaran.
6. Santosa : selalu beraa dijalan yang benar, tidak pernah berhenti untuk berbuat yang benar antara lain : melakukan samadi. Selalu waspada untuk menghindari perbuatan jahat.
7. Gembira : bukan berarti senang karena bisa melaksanakan kehendak atau napsunya, tetapi merasa tentram melupakan kekecewaan dari pada kesalahan-kesalahan dari kerugian yang terjadi pada masa lalu.
8. Rahayu : kehendak untuk selalu berbuat baik demi kepentingan semua pihak.
9. Wilujengan : menjaga kesehatan, kalau sakit diobati. 10. Marsudi kawruh : selalu mencari dan mempelajari ilmu yang benar.
11. Samadi.
12. Ngurang-ngurangi:
dengan antara lain makan pada waktu sudah lapar, makan tidak perlu banyak dan tidak harus memilih makanan yang enak-enak: minum secukupnya pada waktu sudah haus dan tidak perlu harus memilih minuman yang lezat; tidur pada waktu sudah mengantuk dan tidak perlu harus tidur dikasur yang tebal dan nyaman; tidak boleh terlalu sering bercinta dan itu pun hanya boleh dilakukan dengan pasangannya yang sah.
Pertemuan dengan Dewa Suksma Ruci
Sesudah Bima mebunuh ular dengan menggunakan kuku Pancanaka, Bima bertemu dengan Dewa kecil yaitu Dewa Suksma Ruci yang rupanya persis seperti dia.
Bima memasuki raga Dewa Suksma Ruci melalui telinganya yang sebelah kiri. Didalam, Bima bisa melihat dengan jelas seluruh jagad dan juga melihat dewa kecil tersebut.
Pelajaran spiritual dari pertemuan ini adalah :
Bima bermeditasi dengan benar, menutup kedua matanya, mengatur pernapasannya, memusatkan perhatiannya dengan cipta hening dan rasa hening.
Kedatangan dari dewa Suksma Ruci adalah pertanda suci, diterimanya samadi Bima yaitu bersatunya kawula dan Gusti.
Didalam paningal (pandangan didalam) Bima bisa melihat segalanya segalanya terbuka untuknya (Tinarbuka) jelas dan tidak ada rahasia lagi. Bima telah menerima pelajaran terpenting dalam hidupnya yaitu bahwa dalam dirinya yang terdalam, dia adalah satu dengan yang suci, tak terpisahkan. Dia telah mencapai kasunyatan sejati. Pengalaman ini dalam istilah spiritual disebut mati dalam hidup dan juga disebut hidup dalam mati . Bima tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Mula-mula di tidak mau pergi tetapi kemudian dia sadar bahwa dia harus tetap melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya, ketemu keluarganya dan lain-lain.
Arti simbolis pakaian dan perhiasan Bima Bima mengenakan pakaian dan perhiasan yang dipakai oleh orang yang telah mencapai kasunytan-kenyataan sejati. Gelang Candrakirana dikenakan pada lengan kiri dan kanannya. Candra artinya bulan, kirana artinya sinar. Bima yang sudah tinarbuka, sudah menguasai sinar suci yang terang yang terdapat didalam paningal.
Batik poleng : kain batik yang mempunyai 4 warna yaitu; merah, hitam, kuning dan putih. Yang merupakan simbol nafsu, amarah, alumah, supiah dan mutmainah. Disini menggambarkan bahwa Bima sudah mampu untuk mengendalikan nafsunya.
Tusuk konde besar dari kayu asem
Kata asem menunjukkan sengsem artinya tertarik, Bima hanya tertarik kepada laku untuk kesempurnaan hidup, dia tidak tertarik kepada kekeyaan duniawi.
Tanda emas diantara mata.
Artiya Bima melaksanakan samadinya secara teratur dan mantap.
Kuku Pancanaka
Bima mengepalkan tinjunya dari kedua tangannya.
Melambangkan :
1. Dia telah memegang dengan kuat ilmu sejati.
2. Persatuan orang-orang yang bermoral baik adalah lebih kuat, dari persatuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, meskipun jumlah orang yang bermoral baik itu kalah banyak.
Contohnya lima pandawa bisa mengalahkan seratus korawa. Kuku pancanaka menunjukkan magis dan wibawa seseorang yang telah mencapai ilmu sejati.

Sunday, July 8, 2012

NAMA RAJA-RAJA DI TANAH JAWA


Dinasti Syailendra Bhanu (752-775) Wisnu (775-782) Indra (782-812) Samaratungga (812-833) Pramodhawardhani (833-856), menikah dengan Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya) Dinasti Sanjaya Sanjaya (732-7xx) Rakai Panangkaran (tidak diketahui) Rakai Patapan (8xx-838) Rakai Pikatan (838-855), mendepak Dinasti Syailendra Rakai Kayuwangi (855-885) Dyah Tagwas (885) Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887) Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887) Rakai Watuhumalang (894-898) Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910) Daksa (910-919) Tulodong (919-921) Dyah Wawa (924-928) Mpu Sindok (928-929), memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur (Medang) Medang Mpu Sindok (929-947) Sri Isyanatunggawijaya (947-9xx) Makutawangsawardhana (9xx-985) Dharmawangsa Teguh (985-1006) Kahuripan Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang (Airlangga kemudian memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri) Janggala (tidak diketahui silsilah raja-raja Janggala hingga tahun 1116) Kediri (tidak diketahui silsilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116) Kameswara (1116-1135), mempersatukan kembali Kadiri dan Panjalu Jayabaya (1135-1159) Rakai Sirikan (1159-1169) Sri Aryeswara (1169-1171) Sri Candra (1171-1182) Kertajaya (1182-1222) Singhasari Ken Arok (1222-1227) Anusapati (1227-1248) Tohjaya (1248) Ranggawuni (Wisnuwardhana) (1248-1254) Kertanagara ( 1254-1292) Majapahit Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana) (1293-1309) Jayanagara (1309-1328) Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350) Hayam Wuruk (Rajasanagara) (1350-1389) Wikramawardhana (1390-1428) Suhita (1429-1447) Dyah Kertawijaya (1447-1451) Rajasawardhana (1451-1453) Girishawardhana (1456-1466) Singhawikramawardhana (Suraprabhawa) (1466-1474) Bhre Kertabhumi (Brawijaya) (1468-1478) Girindrawardhana (1474-1519) Demak Raden Patah (1478 – 1518) Pati Unus (1518 – 1521) Sultan Trenggono (1521 – 1546) Sunan Prawoto (1546 – 1561) Pajang Jaka Tingkir, dikenal juga sebagai Sultan Hadiwijoyo (1561 – 1575?) Mataram Islam Ki Ageng Pemanahan, menerima tanah perdikan Mataram dari Jaka Tingkir Panembahan Senapati (Raden Sutowijoyo) (1575 – 1601) Sunan Prabu Hanyakrawati (1601 – 1613), dikenal juga sebagai Sunan Seda Krapyak Sultan Agung (Prabu Hanyakrakusuma) (1613 – 1645) Amangkurat I (1645 – 1677), dikenal juga sebagai Sinuhun Tegal Arum Amangkurat II (1677 – 1703) Amangkurat III (1703 – 1705) Pakubuwana I (1705 – 1719), dikenal juga sebagai Sunan Puger Amangkurat IV (1719 – 1727), memindahkan istana ke Kartasura Kasunanan Surakarta Pakubuwana II (1727 – 1749), memindahkan kraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745 Pakubuwana III (1749 – 1788) Pakubuwana IV (1788 – 1820) Pakubuwana V (1820 – 1823) Pakubuwana VI (1823 – 1830), juga dikenal dengan nama (Pangeran Bangun Tapa) Pakubuwana VII (1830 – 1858) Pakubuwana VIII (1859 – 1861) Pakubuwana IX (1861 – 1893) Pakubuwana X (1893 – 1939) Pakubuwana XI (1939 – 1944) Pakubuwana XII (1944 – 2004) Pakubuwana XIII (Tedjowulan) (2005- sekarang) Kasultanan Yogyakarta Hamengkubuwana I (Sultan Mangkubumi) (1755 – 1792) Hamengkubuwana II (1793 – 1828) Hamengkubuwana III (1810 – 1814) Hamengkubuwana IV (1814 – 1822) Hamengkubuwana V (1822 – 1855) Hamengkubuwana VI (1855 – 1877) Hamengkubuwana VII (1877 – 1921) Hamengkubuwana VIII (1921 – 1939) Hamengkubuwana IX (1939 – 1988) Hamengkubuwana X (1988 – sekarang) Kadipaten Mangkunegaran Mangkunagara I (Raden Mas Said) (1757 – 1795) Mangkunagara II (1796 – 1835) Mangkunagara III (1835 – 1853) Mangkunagara IV (1853 – 1881) Mangkunagara V (1881 – 1896) Mangkunagara VI (1896 – 1916) Mangkunagara VII (1916 -1944) Mangkunagara VIII (1944 – 1987) Mangkunagara IX (1987 – sekarang) Pakualaman Paku Alam I (1813 – 1829) Paku Alam II (1829 – 1858) Paku Alam III (1858 – 1864) Paku Alam IV (1864 – 1878) Paku Alam V (1878 – 1900) Paku Alam VI (1901 – 1902) Paku Alam VII (1903 – 1938) Paku Alam VIII (1938 – 1998) Paku Alam IX (1998 – sekarang)

Sunday, April 22, 2012

LEGENDA RATU PANTAI SELATAN

Siapakah sesungguhnya Kanjeng Ratu Kidul itu?
Benarkah ada dalam kesungguhannya, ataukah hanya dikenal dalam dongeng saja?


Pertanyaan ini pantas timbul, karena Kanjeng Ratu Kidul termasuk makhluk halus. Hidupnya di alam limunan (gaib), dansukar untuk dibuktikan dengan nyata. Pada umumnya oarang mengenalnya hanya dari tutur kata dan dari semua cerita atau kata orang ini, orang itu, bila dikumpulkan akan menjadi seperti berikut: Menurut cerita umum, Kanjeng Ratu Kidul pada mudanya bernama Dewi Retna Suwida, seorang putri dari Pajajaran, anak Prabu Mundhingsari, dari istrinya yang bernama Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Saranadi, cicit Raja siluman di Sigaluh. Sang putri melarikan diri dari keraton dan bertapa di gunung Kombang. Selama bertapa ini sering nampak kekuatan gaibnya, dapat berganti rupa dari wanita menjadi pria atau sebaliknya. Sang putri wadat (tidak bersuami) dan menjadi ratu diantara makhluk halus seluruh pulau jawa. Istananya didasar samudra indonesia. Tidaklah mengherankan, karena sang putri memang mempunyai darah keturunan dari makhluk halus. Diceritakan selanjutnya, bahwa setelah menjadi raru sang putri lalu mendapat julukan Kanjeng Ratu Kidul Kencanasari. Ada juga sementara orang yang menyebut Nyai Lara Kidul (di keraton surakarta sebutan Nyai Lara Kidul adalah untuk patihnya, bukan untuk Kanjeng Ratu Kidul sendiri). Malahan ada juga yang menyebutnya Nyira Kidul. Dan yang menyimpang lagi adalah: Bok Lara Mas Ratu Kidul. Kata “Lara” berasal dari “Rara”, yang berarti perawan (tidak kawin). Dikisahkan, bahwa Dewi Retna Suwida yang cantiknya tanpa tanding itu menderita sakit budhug (lepra). Utuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri didalam suatu telaga, di pinggir samudra. Konon pada suatu hari, tatkala akan membersihkan muka sang putri melihat bayangan mukanya di permukaan air. Terkejut karena melihat mukanya yang sudah rusak, sang putri lalu terjun kelaut dan tidak kembali lagi ke daratan, dan hilanglah sifat kemanusiaannya serta menjadi makhluk halus. Ceritaa lain lagi menyebutkan bahwa sementara orang ada yang menamakannya Kanjeng Ratu Angin- angin. Sepanjang penelitian yang pernah dilakukan dapat disimpulakan bahwa Kanjeng Ratu Kidul tidaklah hanya menjadi ratu makhluk halus saja melainkan juga menjadi pujaan penduduk daerah pesisir pantai selatan, mulai darah Jogjakarta sampai dengan Banyuwangi. Camat desa Paga menerangkan bahwa daerah pesisirnya mempunyai adat bersesaji ke samudra selatan untuk Nyi Rara Kidul.
Sesajinya diatur didalam rumah kecil yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut (sanggar).
Juga pesisir selatan Lumajang setiap tahun mengadakan korban kambing untuknya dan orang pun banyak sekali yang datang. Mr Welter, seorang warga belanda yang dahulu menjadi Wakil ketua Raad van Indie, menerangkan bahwa tatkala ia masih menjadi kontrolir di Kepanjen, pernah melihat upacara sesaji tahunan di Ngliyep, salah satu pesisir pantai selatan, Jawa timur, yang khusus diadakan untuk Nyai rara kidul. Ditunjukkannya gambar sebuah rumah kecil dengan bilik di dalamnya berisi tempat peraduan dengan sesaji punjungan untuk Nyai Rara Kidul. Seorang perwira ALRI yang sering mengadakan latihan didaerah ngliyep menerangkan bahwa di pulau kecil sebelah timur ngliyep memang masih terdapat sebuah rumah kecil, tetapi kosong saja sekarang. Apakah rumah ini terlukis gambar Tuan Welter, belumlah dapat dipastikan. Pengalaman seorang kenalan dari Malang menyebutkan bahwa pada tajun 1955 pernah ada serombongan oran- orang yang nenepi (pergi ke tempat-tempat sepi dan keramat) dipulau karang kecil, sebelah timur Ngliyep. Seorang diantara mereka adalah gurunya. Dengan cara tanpa busana mereka bersemadi disitu. Apa yang kemudian terjadi ialah, bahwa sang guru mendapat kemben, tanpa diketahui dari siapa asalnya. Yang dapat diceritakannya ialah bahwa ia merasa melihat sebuah rumah emas yang lampunya bersinar-sinar terang sekali. Dipacitan ada kepercayaan larangan untuk memakai pakaian berwarna hijau gadung (hijau lembayung), yang erat hubungannya dengan Nyai Rara Kidul. Bila ini dilanggar orang akan mendapat bencana. Ini di buktikan denga terjadinya suatu malapetaka yang menimpa suami-istri bangsa belanda beserta dua orang anaknya. Mereka bukan saja tidak percaya pada larangan tersebut, bahkan mengejek dan mencemoohkannya. Pergilah mereka kepantai dengan berpakaian serba hijau. Terjadilah sesuatu yang mengejutkan, karena tiba-tiba ombak besar datang dan dan kembalinya kelaut sambil menyambar keempat orang belanda tersebut.

Sunday, April 15, 2012

27wejangan sang Budha Chi Kung


1. Seluruh kehidupan telah diatur oleh penguasa. Apalah yang mau dimohon?

2.Hari ini tidak tahu masalah esok.Apalah yang mau di kuatirkan?

3.Kalaulah tidak menghormati orang tua, lalu mengormati junjungan dunia. Apalah
arti penghormatan itu?

4.Kakak adik adalah bersaudara. Apalah yang perlu diperebutkan?

5.Anak cucu punya rezeki masing-masing. Apalah yang perlu diperebutkan?

6. Kalau belum mendapat keberuntungan. Apalah yang perlu dipaksakan?

7.Didunia ini sulit menemukan kebahagiaan. Mengapa harus sedih?

8.Berpakaianlah yang sederhana dan sopan. Apalah yang mau dipamerkan?

9.Bagaimana lezatnya makanan, hanyalah sebatas lidah. Mengapa harus rakus?

10Setelah meninggal tidak sesen pun yang dibawa. Mengapa harus pelit?

11.Senior meluku, junior memetik. Apalah yang mau diperebutkan?

12.Disatu sisi mendapatkan, disisi lain kehilangan. Mengapa harus serakah?

13.Tiga jengkal diatas kepala ada dewa. Mengapa harus mengelabui?

14. Kedudukan, kekayaan, kemuliaan bagaikan mekarnya bunga. Apalah yang
mau diangkuhkan?

15.Kekayaan dan kemuliaan orang telah dirintis sebelumnya. Mengapa harus iri?

16.Kehidupan lalu tidak membina, sekarang menderita. Mengapa harus
mengeluh?

17.Orang berjudi tidak akan ada hasil yang baik. Apalah yang mau dipermainkan?

18.Membina rumah tangga dengan rajin dan hemat melebihi memohon bantuan
orang lain. Apalah yang mau diboroskan?

19.Kalau saling membalas dendam, kapanlah akan berakhir. Mengapa harus
bermusuhan?

20. Masalah dunia bagaikan bermain catur. Apalah yang mau diperhitungkan?

21. Orang pintar adakalanya disesatkan oleh kepintarannya? Mengapa harus licik?

22. Berdusta akan mengikis habis rejeki seumur hidup. Mengapa harus berdusta?

23. Segala kesalahpahaman akhirnya akan jernih juga. Apalah yang mau
diperdebatkan?

24.Tiada seorangpun juga yang bebas dari masalah. Mengapa harus menyalahkan?

25. Goa nurani didalam hati manusia, bukan digunung. Apalah yang mau dicari?

26.Menipu orang adalah petaka, memaklumi orang adalah berkah. Apalah
yang mau diramalkan?

27.Sekali ajal menjemput segala akan berakhir. Apalah yang terus disibukkan?

Menjadi baik adalah tujuan sedangkan
menghilangkan sifat fanatik adalah jalan
meraih tujuan.

Thursday, March 1, 2012

PITUTUR TIYANG SEPUH [bahasa jawa]

PITUTUR SAKING TIYANG SEPUH Assallamuallaikum Warohmatullohi Wabaraukatuh

Wondene wonte 3 perkara pitutur saking tiyang sepuh:
1.TEKUN

2.TEKEN

3.TEKAN

1.TEKUN=lamun badhe nggayuh punopo gegayuhan kedah kita lampahi ngange ketekunan ingkang saestu.

2.TEKEN=teken puniko inggih agung pigunane kangge lantaran kita dugi gegayuhan puniko.Lamun sampun kita anglampahi tekun supados kita angupatdi ingakang nami teken puniko.



TEKAN=tekan puniko kasampurnanipun sedoyo gegayuhan. "Mbok menawi sampun tekan dipun tuntut kedah eling kalih kang nyipto kito wonten ing alam donyo puniki.


"cekap semanten rumiyen salam punopo kritik kulo tampi sakin poro sedulur sedoyo.


Wassallamua'laikum Warohmatullohi Wabaraukatuh

Monday, January 30, 2012

Tata Cara Tanggap Wacana (pidato)

Tanggap wacana utawi pidato inggih puniko ngendiko wonten ing sak ngajengipun pkempalan tiyang kathah,kanthi maksud ingkang gumathok.

Ingkang umumtujuanipun tanggap wacana puniko kaperang dados tiga,inggih puniko:


1.Kangge nyaosi pangertosan dumatheng tiyang sanes/tiyang ingkang mersani lan midangetaken.

2.Kangge nyaosi pepenget/pemanggih utawi kangge nyaosi pengaruh dumatheng tiyang ingkang mirsani lan midangetaken supados tumindak.Kados dipun suwun dening pawacana.





NYIAPAKEN TANGGAP WACANA (pidato)


A.Suwantenipun ingkang los saha mantep/irama andap.

B.Irama suwantenipun kedah trep,selaras kaleh kawontenan.

C.Rancaking pamicaran kedah selaras kaliyan tandha-tandhanipun anta wacana .




TULADHA-TULADHA SIKEP SARIRA INGKANG KURANG MRANANI:


=>Jumeneng mboten nggatosaken papan panggenan.

=>Jumeneng kanthi lelendehan papan wicara.

=>Jumeneng kaku utawi sawasunglipun loyo mboten wonten semangat.

=>Jumeneng kanthi suku sakelangkung rapet,utawi sawasunglipun jumeneng kanthi suku sakelangkung mekar (mbegagah)

=>Jumeneng kanthi lelambaran satunggal suku.

=>Ngewah-ngewah sarira.

=>Gumujeng ingkang dipun damel-damel .

=>Mbesengut.

=>Gugup.

=>Tumungkul.

=>Asring ngebahaken satunggaling sariro.

=>Ngebahaken sarira kanthi mboten trep kaliyan ingkang dipun ngendikaaken.

=>Asring kukur-kukur salah satunggalipun sarira.

=>Nglebetaken asta wonten ing sak clana.

=>Mboten migatosaken ingkang midangetaken .

=>Asring ningali nginggil,lan sak panunggalipun.

Semanten rumiyin......suwun!!!





selanjutnya.....CONTOH TANGGAP WACANA (pidato)

Tanggap Wacana (Hallal bihallal)

Controh:Tanggap Wacana (hallal bihallal)


Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi robil alamin wabihinasta’in ala umuridduni awadin washolatu wasalamu wal ambiyai walmursalin amaba’du.



Para bapak, para ibu ingkang kula kurmati, para sedherek, para hadirin wal hadirot rohimakumullah.



Langkung rumiyin sumangga kita sesarengan ngunjukaken puji syukur ing ngarsanipun Gusti ingkang murbeng dumadi, ingkang sampun paring rahmat lan hidayahipun, saengga kita saged makempal ing ngriki saperlu ngawontenaken halal bihalal warga Rowodadi ,Grabag ngriki.


Para hadirin wal hadirot rohimakumullah, sasampunipun kita nindakaken ibadah siyam sewulan muput, kesabaran kita sampun dipunuji dening Allah SWT, Mugi-mugi kanthi ujian menika kita saged ningkataken taqwa kita dhateng Allah SWT.


Kita ugi ngrumaosi bilih sesambetan kita sedaya sadangunipun setahun tamtu kemawon kathah kalepatan-kalepatan.



Awit saking menika wonten ing acara menika kita sami nglebur dosa lan kalepatan kita sedaya, sahingga kita wangsul suci malih kados dene bayi ingkang nembe lahir.



Mekaten para bapak, para ibu lan para sedherek sedaya ingkang saged kula aturaken. Sedaya kekirangan lan klenta- klentunipun, kula nyuwun agunging samudra pangaksami.




Wabilahitaufik wal hidayah,wassalamualaikum Wr. Wb

Tanggap Wacana (kithanan)

Contoh:Tanggap Wacana (kithanan)


Assalamu’alikum Wr. Wb.

Nuwun, minangkani pamundhutipun sedherek Padma Sancaya
sarimbit, kula kalilana matur ing ngarsa panjenengan sedaya.


Kaping Sapindah:


Ngambali ngaturaken sugeng rawuh dhumateng para tamu kakung putri saha ngaturaken sugeng lelenggahan ing palenggahan ingkang kuwawi kula cawisaken.




Kaping kalih:



Kula ngaturaken sanget agenging panuwun, dene para tamu kakung putri sampun kersa rawuh minangkani panyuwun kula.



Para tamu kakung putri ingkang kinurmatan, dene ingkang dados wigatosipun pasamuan ing dinten punika sinaosa sampun kaaturaken ing serat sedhahan, wonten prayoginipun kula kalilana ngambali caos atur, inggih punika Bapak Padma Sancaya kagungan kajad ngislamaken ingkang putra ingkang angka satunggal inggih punika Bambang Adi Putranta. Res sampun kalampahan nalika dinten Respati Manis, 1 January 2012 wonten Rowodadi,Grabag ,Purworejo, wilujeng boten wonten alangan satunggal punapa.



Wondene rawuhipun para tamu, kasuwunan tambahing donga pangestu, mugi-mugi enggal saras, dadosa lare ingkang soleh migunani menggahing nusa bangsa sarta agami dene Bapak Padma Sancaya anggenipun mengku kajad pinaringan wilujeng nir sambikala, cinepakna suka rena sumrambah ing sadayanipun.



Para tamu kakung miwah putri ingkang kinurmatan, panjenenganipun Bapak Padma Sancaya ngaturaken agunging panuwun dhumateng para sanak kadang pamong mitra ingkang sampun paring dedana, eguh pratikel bau suku saha peparing warna-warni ingkang sedaya kalawau saged damel pangentheng-entheng anggenipun kagungan kajad, saged lumampah wilujeng nir ing sambikala.



Wasana cekap semanten atur kula lan bok bilih wonten kalepatan saha kekirangipun kula nyuwun agunging samodra pangaksami. Nuwun.


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tanggap Wacana (sepekanan)

contoh :Tanggap Wacana (pidato) Sepekanan.

Assalamulaikum Wr. Wb.

Para sesepuh tuwin para pinisepuh ingkang kinabekten.



Para rawuh kakung sumawana putri ingkang pantes kinurmatan.



Mugi keparenga matur, ing mriki kula tinanggenah minangka tetalanging atur panjenenganipun Kang mas Bratadarmaja sekaliyan.



Ingkang sepindhah panjenenganipun Kangmas Bratadarmaja sekaliyan hangaturaken pambagya wilujeng wonten ing ngarsa panjenengan.



Jangkep kaping kalihipun panjenenganipun Kangmas Bratadarmaja ngaturaken gunging panuwun ingkang tanpa pepindhan awit panjenengan sadaya sampun kepareng anglonggaraken penggalih saha wekdal saperlu maringi puji-pujiastuti saha berkah pangestu dhumateng putranipun ingkang nembe lair.



Wondene dumugi titi wanci ing dalu punika ponang jabang bayi sampun yuswa sapeken.



Awit saking karenaning penggalih saha karoban ing sih sutresna, putra ingkang nembe lair punika kaparingan tetenger Eka Aji Nugraha.



Esthining wardaya anggadahi pangajab tuwin panyuwun wonten ngarsanipun Gusti Allahh swt., mugi-mugi putranipun punika ing tembe dadosa tiyang ingkang saleh saha migunani dhumateng nusa, bangsa, lan agami.



Kula namung nyuwunaken jurung pamuji saking ngarsanipun para sesepuh, tuwin para pinisepuh, ugi para rawuh sadaya ingkang satuhu luhuring budi.



Ingkang kaping tiganipun panjenenganipun Kangmas Bratadarmaja ugi boten kesupen hangaturaken gunging panuwun ingkang tanpa upami dhumateng sanak kadang, kadang kadeyan, pawong mitra, saha tangga tepalih ingkang sampun kepareng paring sih pambiyantu ingkang arupi punapa kemawon.



Jer sadaya kanthi pangajab sageda hangentheng-entengaken punapa ingkang dados bot-repotipun Kangmas Bratadarmaja sakulawarga.



Mugi-mugi lumebering sih kadarman panjenengan kala wau pikantuk liru saking
ngarsanipun Gusti Ingkang Akarya Jagad kanthi sih kanugrahan ingkang mawantu- wantu.



Ingkang salejengipun mbokmanawi anggenipun anampi karawuhan panjenengan sadaya kirang tata, kirang trapsila, kirang subasita, saha kiranging bojakrami, panjenenganipun Kangmas Bratadarmaja namung hanyenyadhong lumunturing sih samodra pangaksami.



Ugi kula ingkang minangka tetalanging atur, mbokmanawi anggen kula matur kirang tata, titi, lan tatas ingkang mahanani cawuh, saha seweting atur kula wonten ing ngarsa panjenengan, mugi keparenga panjenengan sadaya hangluberaken gunging samodra pangaksami.



Ing wasana cekap samanten atur kula.


Wasalamualaikum wr. Wb.

Matur nuwun......

Sunday, January 29, 2012

Tanggap Wacana (pasrah penganten)

Contoh : Tanggap Wacana (Pasrah Penganten)


Assalamualaikum Wr. Wb. Kula nuwun, para tamu kakung miwah putri ingkang kula kurmati, Bapa Handaya ingkang minulya.

Kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bapa Sawaldiyono sarimbit, ingkang sepisan Bapa Sawaldiyono ngaturaken salam wilujeng dhumateng Bapa Handaya sarimbit, kanthi pepuji mugi-mugi Bapa Handaya sarimbit tansah pikantuk barokah
saha rohmating Pangeran lan rahayu ingkang sarwa pinanggih.

Kaping kalihipun kula ugi tinanggenah masrahaken calon penganten kakung ingkang peparab Bambang Anggara ingkang badhe kadhaupaken kaliyan Rara Kustanti putra putrinipun Bapa Handaya.

Kajawi punika Bapa Sawal ugi ngaturi tandha tresna arupi sandhangan penganten putri sapangadeg.

Salajengipun mbok bilih sedaya ingkang magepokan kaliyan tata cara ijab sampun satata, keparenga ijabing penganten lajeng katindakna.

Mugi-mugi lampahing ijab penganten kekalih tansah manggihi wilujeng, nir baya nir ing sambekala. Mekaten atur kula tamtu kathah galap gangsulipun anggen kula matur, awit saking punika kula nyuwun agunging samudra pangaksami.


Wassalamualaikum Wr. Wb.
Nuwun.